Pages

May 30, 2011

A moment in Stasiun Cikini (sebuah tulisan curhat)

Nit nut nit nuttt.. Telepon selularku bergetar. Nomor tak dikenal. Tapi sepertinya aq familiar dengan kode areanya.
"Halo.."
"Shan, lg dmana kau?" suara bapak bapak dengan logat yang sangat kukenal.
"Cikini" sahutku datar. Siapa ya ini? Otakku cepat berputar.
"Shan, ini Pakde, Shan. Pakde Bambang. Pakdemu. wooohh.. Sombong. Nggak boleh gitu nyautinnya" gerutuannya langsung keluar bagai kuda lepas kandang.
Alamaaaak jaaann, pantes rasanya aq kenal suara ini.
***

Itulah kali pertama aq berbicara dengan Pakde Bambang setelah hampir 3 tahun hanya bertukar pesan selamat hari raya. Pak gedhe abang almarhumah mama. Orang yang telaten meladeni tangisku saat ditinggal main kakak sepupuku yang notabene anak sulungnya. Orang yang selalu jadi figur ayah jempolan, berbudi bahasa, dihormati orang sekota. Bertolak belakang dengan ayahku yang urakan khas pria Sumatera. Orang yang selalu mbengok-mbengok memanggil lewat pintu belakang rumah hanya untuk makan kepiting lada hitam hasil olahannya. Orang yang keras tapi sangat sensitif. Takkan kulupa tangisan pilunya saat eyang kung ku meninggal, begitu juga saat mamaku berpulang. Itulah Pakdeku, Pakde Bambangku.
Segudang emosi membuncah saat aku menyimak perkataannya. Segudang memori langsung berputar di mataku, bagaikan putaran roll film di bioskop. Sedih mengingat aku bukan lagi gadis cilik yang selalu diajak pulang ke rumah pabrik dengan vespa PXnya. Sedih mengingat aku tak lagi punya kesempatan mencabuti jenggotnya. Pasti cucunya yg mengambil alih tugas itu. Senang karena tau beliau masih sangat concern padaku dan adik-adikku. Kesal karena dia berpikiran aq sudah melupakannya. Padahal dia tak tau bahwa aq sering kali bercerita tentang dia, tentang keluarga Singkawangku pada pacar. Senang karena.. Ahh.. Aq punya ribuan alasan untuk senang, sedih dan kesal saat itu. Dan tanpa babibu airmataku berlinangan. Beberapa calon penumpang yang turut menunggu di peron dua stasiun cikini mulai melirik penuh ingin tau. Tapi siapa peduli. Dan setelah menit-menit percakapan emosional itu, klakson kereta terdengar memekakkan telinga. Calon penumpang mulai liar merangsek dan melipir hingga pinggir peron. Akupun pamit.
”hati-hati yo, nduk” sahutnya saat menutup telepon.
Dan hatiku mencelos entah kemana. I will, Pakde. I always will.

Sent from my BlackBerry® smartphone from Sinyal Bagus XL, Nyambung Teruuusss...!

No comments: