Pages

May 07, 2015

Ishtar's Holiday - To the West (Borneo) We Go!!

West Borneo. Yeah.. A city I have long forgoten until last week while searching for any tickets for the weekend, I found out that it was the only option for us to escape Jakarta without spending too much on the tickets. It was a long weekend that's why it's almost impossible for the three of us to visit favorite local destination because nothing is available let alone affordable. So, West Borneo seemed to be the best option we had.

With simple packing and simple itineraries in mind we flew to Pontianak in 90 minutes flight. I reminded my husband that not much Pontianak and Singkawang can offer but their local culinary, which is beyond awesome. Being with me for more than 9 years, he knows exactly how much I praise my birthland for their food, especially their snacks.

As for Ishtar, I have three big agendas for her. One, take her to ziarah (paying a visit to someone's grave. This time it means my mum's, my beloved aunt's, my grandpa's and my sister's). Two, take her to my hometown in Singkawang and introduce her to my extended family and the last but not the least is, take her to the beach. Yeah, B E A C H. With sand and the waves and the breezes.

She's never been into one before. So I think it's a good chance for me to introduce her because we will find many beaches on the 145 km road from Pontianak to Singkawang. I opt for specific beach, Pantai Pasir Panjang Indah. Nothing fancy about this beach. Just natural sandy beach with coconut trees along the sand. A picture perfect beach in my mind.


Ishtar visiting her littlest cousin Aldi. She cried in jealousy as I pick him -,-
Posing at the beach. She refused to walk on the sand at first.


See Ishtar reaction as the waves hit her. My poor city girl LOL..


Enjoying Pisang Goreng Suka Hati, a specialty in a legendary same name coffeeshop.

Taking a traditional boat to cross the River Kapuas.
 
Playing at Taman Alun Kapuas. An open park beside Kapuas river.

At a crossroad in Singkawang city center. See the old chinatown behind them.


At the oldest temple in Singkawang, Tri Dharma Bumi Raya.

Those days were awesome. Good food, familiar faces, nice places, taste of the salty air even the journey itself. I hope everyone was as happy as me enjoying our very short visit. And we can't hardly wait for another adventure.

April 22, 2015

Lame Post in 2015

Hi everyone,

long time no see. Been a while since my last post on 2013. I've been busy since then, I swear :D. Moving to our new house, having a baby, toting a toddler, I nearly got no time even for myself. That what my life has been being a working mum. But when I found this abandoned blog while searching my own name (you know I'm a google freak , rite? ) I think it's time for me to start over again. But, what to write? :D (still the same old reason eh?). But I'll try.

Anyway, here in Jakarta, today is the opening day of the Grand 60th Asia Africa Conference Commemoration 2015. Despite oll of the traffic caused and none of my officemate think it's a special event, I feel a bit touched by two photos I've seen about the the commemoration. First is my aunt's photo she post in her Path, which was her posing with HE Le Luong Minh - The Secretary General of ASEAN and the second is my ACI Detik 2011 friend, a very talented young designer taking a picture of her in the commemoration itself. Wowww.. Such a lovely thing to be able to experience this, meet great people, join the great event. I think it's a way to keep ourself empowered. And after seeing these pictures, I am like being reminded that succes in anyway will come to those who work their passion out. I believe that my friend Giffa, and my aunt are on of them. That idea keep me thinking a thing I have long forgoten to think, what is my passion?

Hmmm...



June 22, 2013

Selamat Tanggal 22 Juni

Hey ho!!

Hanya ingin meninggalkan sedikit jejak di hari yang bersejarah ini. Selamat tanggal 22 Juni. :)

May 07, 2013

A glimpse from my trips

A fishy businessSmall river in LadakhWindmills of BanguiA token of my affection
Mighty IndusGreenery among the dustThe Eastern Gate of The TajMoti MasjidTaj Mahal

Berangan Chestnut
Those picture were taken from my trip across South East Asia and India.

March 11, 2013

Syukuri Saja

Ahayy, rasanya sungguh aneh setelah lama tidak meninggalkan jejak di blog ini dan ujug-ujug menyambangi dengan judul yang kedengarannya kok ya terkesan sotoy dan sok memotivasi. Tapi apa coba kegiatan yang cocok dilakukan di hari Senin seperti sekarang? Hari kejepit yang ndilalahnya kompak dengan badan yang rasanya super gak jelas akibat Hyperemesis Gravidarum yang tak kunjung angkat kaki di usia kehamilan 4 bulan ini. Padahal Duchess of Cambridge saja sudah sembuh dari sindrom yang sama, malahan sudah tampil cantik nan enerjik di berbagai acara kelas dunia. Belum kelar urusan sindrom aneh, ada lagi urusan otot pantat kejepit yang membuat berbagai kegiatan domestik sangat terganggu. Untuk bangkit dari tidur saja perlu usaha ekstra, dan bahkan kelihatannya lebih mudah buat Suzanna untuk bangkit dari kubur dibanding saya bangkit dari tidur. Dohh.. life is so unfair.. Pokoknya begitulah, dengan berbagai alasan khas karyawan malas, saya bertekad untuk menghabiskan jam kantor hari ini dengan mencoba menulis sebuah artikel di blog tercinta. Apapun topik dan judulnya.

Ide tulisan ini muncul tadi pagi saat berbasa-basi tentang hari kejepit dengan seorang rekan kerja. Alih-alih mengiyakan gerutuan saya, dia malah berujar tenang, “Syukuri saja. Dari pada harus kerja 5 hari berturut-turut, kan lebih enak ada liburnya walaupun hanya satu hari.” Benar juga ya?

Pernyataan singkat nan enteng itu malah membuat saya berpikir. Sarapan jadi nggak enak. Saya jadi teringat seribu satu keluh kesah yang sering saya lontarkan. Tentang apapunlah itu, dari kehamilan yang beratlah, rumah yang L4- Lo Lagi Lo Lagi hanya 2 kamar tidur inilah, kenaikan gaji yang tidak bombastis seperti konser boyband sesuai harapanlah, sampai orang tua yang tidak punya harta berlimpah.

Rasanya sulit sekali untuk bersyukur atas apa yang ada. Tiap habis sholat bukannya mengucap syukur atas karunia yang diberikan, kesehatan badani dan rohani, suami yang tampan penyabar, rumah tangga yang rukun dll, yang ada malah mengumpat-umpat dan memojokkan Tuhan yang katanya Maha Adil itu. Bagaimana bisa Dia menghadiahi kami yang hobi pulang tenggo kerja keras ini keadaan yang begini pas-pasan. Padahal di lain pihak Rasyid Rajasa hanya dituntut delapan bulan penjara dan masih bisa lenggang kangkung di Senayan City.

Sepanjang acara sarapan itu saya memaksakan diri untuk melihat kembali apa yang saya miliki dan alami sambil tak lupa mengecap masing-masing dengan stempel SYUKURI SAJA. Yap.. persis petugas imigrasi yang membubuhkan stempel di tiap-tiap keberangkatan. Dimulai dengan kehamilan saya yang direcoki sindrom gak jelas itu. Walaupun lemas karena muntah-muntah nggak keruan, si suami selalu siap memasak menu-menu andalannya dan menyuapi saya yang ogah-ogahan makan. Plus dengan rendah hatinya menyetrika baju sendiri. Kalau akhir pekan menjelang, mengepel serta menggosok kamar mandi dia lakukan tanpa bantuan saya, belum lagi dengan sabarnya menuruti keinginan saya makan ini itu yang ujung-ujungnya juga dia yang ngabisin sendiri karena saya cuma gede pengennya doang. See, I’m indeed a lucky wife, am not I? :)

Ngomong-ngomong soal si suami, setelah setahun lebih berumah tangga saya kerap menemukan kekurangan pada dirinya. Walaupun bertitel insinyur dari sebuah perguruan tinggi negeri ternama, si suami jarang terlihat mengutak-utik alat-alat elektronik yang kadang mogok kerja di rumah. Alih-alih memperbaiki, memegang obeng dan tang saja dia terlihat kagok. Mungkin analoginya ya seperti SBY si jenderal cinta yang kelihatan lebih pantas memegang gitar dari pada senapan. Tidak seperti suami temen sekantor saya, yang konon katanya begitu fasih menyulap bangku-bangku bekas menjadi tempat tidur anak, mencuci dan menservis AC di rumah serta berbagai jenis prakarya khas para lelaki lainnya. Padahal suami teman saya ini lulusan IKIP. Ada lagi cerita teman lain soal suaminya yang sering membelikannya tas-tas bermerk dan segudang kelebihan lainnya deh. Cerita-cerita semacam ini kadang membuat saya membatin,” yaaahh, kamu kok bisanya cuma gini sih, Mas”. Hehehehe…

Tapi nih, tapi.. Kalau dipikir-pikir lagi, walaupun dia tidak mahir dunia pertukangan, di lain pihak dia sangat bisa diandalkan untuk urusan fotografi dan geografi, serta bisa menandingi semangat petualang saya yang begitu menggebu-gebu. Saya tinggal tunjuk mau kemana, dan dia dengan cekatan akan menyediakan segala tetek bengek persiapan perjalanan. Dan bagi saya si pemalas dandan dan kadang jarang mandi ini, yang terpenting adalah si suami selalu memperlakukan saya bak Angelina Jolie. Hihihihi.. I’m so blessed I have him.

Salah satu topik penting yang sering jadi bahan diskusi saya dan suami belakangan ini adalah masalah rumah. Bayangkan saja, rumah dua kamar ini sudah penuh terisi dengan adanya si Papa. Nanti kalau si bayi lahir, tentunya satu kamar lagi untuk baby sitternya adalah mandatory. Tidak bisa ditawar lagi. Harus ada. Nah lho.. piye iki? Mau nambah satu kamar lagi, duit pas-pasan. Belum lagi satu hal yang paling penting, itu rumah walaupun uddah pewe tetap saja bukan milik sendiri, alias masih ngontrak. Hahahahahaha… #ketawastres. Tapi ya, kenapa harus dibawa pusing kan? Namanya juga kontraktor, rumah sudah tidak cukup ya tinggal pindah. Cat sudah kusam dan out of date? Cari saja yang baru. Tetangga egois dan sok tau, pindah saja, tinggal tunjuk mau ke komplek yang mana. Asal ada duitnya yang ini kami gak punya. Enak toh? Heheheh.. seperti kata teman saya tadi pagi, syukuri saja. Dan izinkan saya meneruskan kalimatnya, semua akan indah pada waktunya :)

July 30, 2012

Pat Metheny - This is not America - YouTube


Pat Metheny can always do something different in recycling a song. This song from David Bowie is not an exception. And for Mr. Bowie himself, is more about mood that he brought than melody or lyrics.

Pat Metheny - This is not America - YouTube

[youtube http://www.youtube.com/watch?v=GRjivIBCHDc?wmode=transparent]

Pat Metheny can always do something different in recycling a song. This song from David Bowie is not an exception. And for Mr. Bowie himself, is more about mood that he brought than melody or lyrics.